Ngusaba Guling yang dilaksanakan setiap tahun
menurut perhitungan kalender Hindu Bali, yaitu setiap 420 hari pada ”Sukra
Pon Kewulu”. Ngusaba Guling sama halnya Ngusaba di tempat lain di Bali.
Yang di laksanakan di masing masing Pura Dalem Desa Adat setempat. Yang
membedakan adalah adanya sarana upacara atau Banten setiap Kepala keluarga yang
berada di wilayah desa Adat Timbrah
itu sendiri.
Banten merupakan wujud syukur kepada Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi yang
di Inplementasikan melalui sarana Banten ini. Adapun keunikan Ngusaba Guling
adalah di setiap angota masyarakat yang sudah berkeluarga membuat Banten yang
isinya Babi Guling selanjutnya di bawa ke Pura Dalem Desa Timbrah Karangasem.
Desa timbrah terletak kurang lebih 5 Km dari Kota Amlapura. Desa Timbrah
terdiri dari kurang lebih 1200 KK (kepala Keluarga). Menurut salah satu Tokoh
Masyarakat setempat I Wayan Pasek, pada
awalnya Upacara di Pura Dalem desa Timbrah di laksanakan dengan kesederhanaan
yang penuh makna spiritual dan kekeluargaan. Pada Zamanya masyarakat Bali yang
memiliki kelebihan dalam hal Ekonomi yang berkecukupan tidaklah begitu banyak. Ketika diadakan Upacara Adat
atau Yadnya di salah satu Desa,bagi mereka yang memiliki keberuntungan di
wajibkan untuk saling berbagi kepada mereka yang kurang beruntung. Termasuk
ketika diadakan Ngusaba Desa Timbrah, dahulu hanya mereka yang mampu saja lah
membuat Banten dengan Babi Guling. Yang mana setelah Piodalan Atau Upacara
Yadnya selesai Banten Babi Guling ini di bagikan kepada mereka yang tidak mampu
pada saat itu (ngejot istilah Bali). Kebersamaan ini berlangsung entah berapa
lama, mengikuti berjalanya waktu. Lama kelamaan mereka yang sebelumnya di
setiap upacara maupun piodalan atau Yadnya mendapat Jotan Babi Guling (Banten atau sarana Syukur masyarakat Hindu
Bali). Ada keinginan dari mereka untuk tidak selalu mendapat uluran dari mereka
yang lebih mampu,karena kebiasaan ini membuat mereka menjadi MALAS dalam
keseharian. Hingga tahun tahun berikutnya di setiap kegiatan Adat maupun Ritual
Mereka sudah secara bersama sama Mewujudkan Ritual Keagamaan atau Yadnya
tersebut agar berjalan dengan lancar yang sudah tentu dengan tidak
mengesampingkan Kebersamaan dan Kekeluargaan yang selama ini mereka jaga
bersama. Maka Ngusaba di Desa Adat Timbrah ini di kenal dengan sebutan NGUSABA
GULING. Entah mulai kapan Ngusaba ini di
sebut dengan Ngusaba Guling,penulis belum tahu…
Tentunya
banyak kekurangan dalam penyampain terkait Ngusaba Guling di desa Adat Timbrah, Kami penulis mohon maaf..! semoga di
tahun mendatang dapat di tambahkan lagi .
semua
foto by…Putu4streck “Potrek’ Grafer”.
0 komentar:
Posting Komentar