Ngusaba Dodol seperti ngusaba umumnya di Bali,
merupakan suatu Prosesi bentuk syukur masyrakat Hindu Bali kepada Sang Pecipta
(Sang Hyang Widhi). Sebelum upacara Ngusaba Dodol di adakan,ada serangkaian
ritual persiapan yang di laksankana oleh masyrakat Adat desa ini. Salah satunya
adalah Mesiat Sarang. Ngusaba / Usaba Dodol awalnya adalah Ritual
Syukuran masyarakat Desa Selat yang dilakoni di perkebunan masing masing milik
warga setempat. atau yang sebut dengan USABA DI MEL (di kebun).
Bentuk rasa
syukur ini di tujukan kehadapan Dewi Sri Manifestasi tuhan sebagai Dewi
Penyubur tanaman. Yang pada masanya tanaman pangan
di desa ini begitu subur,hingga masyrakat setempat melakukan puji syukur
terhadap Sang Pencipta dengan melakoni persembahan bentuk olahan yang terbuat
dari hasil Bumi atau hasil panen mereka. Yang pada umumnya di Desa Selat ini
bentuk kreasi cipata masyrakatnya berupa
BUNTILAN (olahan yang du bungkus
daun kering),yang secara umum kita kenal dengan DODOL. Lambat laun dengan
perkembangan Budaya dan Pilosofi masyarakat Hindu Bali Ngusaba ini di
laksanakan atau di pusatkan di Pura Dalem desa Adat Selat. Sesuai dengan kreasi
dan karya cipta masyrakat biasanya,di setiap Upacara di pura Dalem masyarakat membuat
sarana ritual yang di dominasi berbentuk BUNTILAN atau DODOL maka Ngusaba Di
desa Pering Sari Selat ini di kenal dengan
Ngusaba Dodol. Dalam prosesi
puncak ngusaba ini bisanya di lakukan dalam
tiga tahap.
Penyemeng yaitu persembahyangan yang di lakukan saat pagi
dengan membawa sesajen
Rayunan (hasil bumi dan ternak) yang
di persembahakan kepada Tuhan dan Para Leluhur.
Tengai yaitu
persembahyangan yang di lakukan pada siang hari.
Nyanjain yaitu
persembahyangan yang di lakukan pada sore hari hinga Penyineban (penutup
serangkain upacara atau ritual). Di dalam Ngusaba Dodol ini ada tradisi unik
yang di lakoni masyarakat desa ini yaitu
NAUR SOT / NAURIN (pembayaran). Bagi
masyarakat desa ini maupun masrakat Bali pada umumnya ada tradisi Mesatya
(setia) terhadap Janji yang di ucapakan.yang
tentunya ini masih dalam kerangka untuk
kebaikan Diri,Keluarga,Lingkungan maupun terhadap Tuhan Sang Pencipta. Suatu
bentuk kompetisi unik di dalamnya untuk memacu kepercayaan diri manusia. Naur
Sot,ketika salah seornag Warga desa memiliki keinginan (dalam arti kebaikan),
dan bila keinginan ini tercapai mereka akan menghaturkan (bentuk syukur)
TAKILAN (dodol) dengan Ketententuan Selae Catu (25),Seket Catu (50),Teleung
Benang Catu (75),Satus Catu (100) hingga Satak Catu (200).
Catu merupakan ukuran
berat bahan yang di pergunakan untuk membuat Takilan (1 Catu = 1,5 kg). yang
nantinya
Takilan ini di arak oleh anggota keluarganya ke Pura Dalem
untuk
Naurin sesuai Janji yang telah mereka sebutkan sebelumnya.
Naurin lebih menganut Konsep untuk manusia dan Manusia (Tri Hita Karana). Menjelang
sore serangkain upacara masih berangsung,pada pukul 17.45 wita masyarakat silih
berganti berdatangan dengan memikul Anyaman keranjang dengan ukuran yang
berpariasi. Masyarakat menyebutnya dengan SOK (keranjang atau Besek). Unik
memang beberapa serangkain Ritual Ngusaba ini,secara Konsep SOOKAN / SOK adalah
Manusia dengan Alam. Namun sayang hanya sempat mengambil beberapa foto dari
ritual ini, gerimispun semakin deras. Makna sookan ini belum sempat di catat.
Mudah mudahan pada tahun berikutnya dapat di tambahkan lagi sebagai perjalanan dalam
Hobby Photography ku.
0 komentar:
Posting Komentar